Tanggal 26 Agustus lalu, saya bersama teman saya, Klaudia Leo, diberi kesempatan oleh Tuhan untuk berangkat ke Deutschland dalam rangka melanjutkan studi. Sebetulnya saya tidak pernah menyangka saya akan berangkat bersama sahabat saya, karena masalah visa saya. Saya sangat khawatir karena visa saya benar-benar keluar mepet, dan ajaibnya, visa saya keluar pada saat dan jam yang bersamaan dengan teman saya.
Saya dan teman saya berangkat hanya bermodal 2 hal : Nekad dan Tekad.
Iya, nekad. Kami tanggal 1 September bakal ikut ujian. Sementara biasanya orang orang akan ngambil vorkurs dulu (les persiapan buat ujian), baru ujian tahun depannya. Iya tekad, karena hasrat kami yang dasarnya bosen nganggur, ya monggo dicoba.
Tanggal 27, kami berdua sampai di Flughafen München, lalu berangkat ke Würzburg keesokan harinya. Karena waktu yang sangat singkat (tanggal 1 saya harus Aufnahmepruefung di Karlsruhe), kami masih amatir dan super sibuk untuk membereskan barang bawaan kami, juga masih agak2 homesick, kami gak sempet belajar buat Aufnahmepruefung. Belajar sih, tapi paling gak matang banget. Sesampainya di Wuerzburg, kami langsung pesan bus, dan berangkat ke Karlsruhe keesokan harinya.
Di Karlsruhe, kami berdua menumpang di rumah kakak kelas kami. Kami selalu pulang malem, buat belajar bareng di Bibliothek KIT, s
Sebenernya apa sih yang bikin saya suka sama Studienkolleg Karlsruhe ?
1. Karena namanya. Karlsruhe.
Ruhe. Ruhe. Ruhe. Ruhe artinya ketenangan. Meskipun saya bawel, saya suka banget sama yang namanya tenang. Mungkin aneh ya, tapi saya bahkan gak bisa belajar kalau ada suara sedikit, kayak orang balik buku, atau buka pintu. Bahkan terkadang, suara orang napas terlalu kenceng itu bisa ganggu saya. Bibliotheknya (Perpustakaan) itu tenang banget, paling berisik kalau ada suara orang batuk.
2. Air kerannya enak
Dari semua air keran yang saya cobain di Jerman. Harus diakui, bahwa air keran di Bibliothek KIT itu paling enak, seger, dan gratis (ofcourse). Bahkan saking enaknya, saya bawa botol minum buat di refill air kerannya lol.
3. Akomodasi terbilang lumayan gampang.
Banyak Wohnung-wohnung yang available. Gak kayak di Muenchen, cari wohnung sama spongebob cari jodoh gampangan spongebob cari jodoh kali.
Thats it. Tapi gua harus menerima kenyataan. Kalau gua gagal. Gagal. Gagal
Jadi, pengumumannya itu tanggal 5 September hari Senin, sehabis gua ikut ujian di Muenchen, dan waktu itu saya lagi nginep di rumah kenalan saya. Namun entah kenapa, karena banyak yang harus diperiksa, mereka (KIT) ngundur pengumumannya jadi keesokan harinya (6 September) dan waktu itu saya lagi di bus menuju Wuerzburg. Sebenernya saya gak mau buka pengumuman itu, tapi karena teman saya buka dan dia diterima. Saya juga penasaran. Akhirnya saya buka, dan nangis.
Mungkin ada rencana Tuhan kenapa pengumuman itu diundur. SEANDAINYA, saya tau bahwa saya gak diterima waktu saya di Muenchen, mungkin saya bakal nangis di tempat saya nginep, dan itu malu banget.
Perasaan saya campur aduk. Takut, stress, dan sedih. Kenapa saya takut ? Karena Jerman memberlakukan aturan, kalau dalam jangka waktu tertentu, orang tersebut gak dapet Studienkolleg, maka visanya gak bakal bisa diperpanjang, dan pulang ke negara asalnya. Dan kalau pulang, kebayangkan waktu, uang, tenaga, dan pastinya kekecewaan keluarga ?
Sebenernya agak kontras sih. Disaat teman saya begitu senangnya diterima, dan mengabari semua orang. Saya lagi terhisak di dalam bis yang rame, berusaha untuk sembunyi dibalik mata bengkak supaya gak dilihat semua orang. Saya malu mengakui kegagalan saya, kalau saya gak diterima. Jadi kalau ada yang nanya saya, saya selalu jawab, saya belum lihat (padahal mah udah lihat). Saya udah bertekad untuk kuliah pada semester ini, saya gak mau buang2 uang, waktu dan tenaga lagi, dan kegagalan disini telah membuang 50% dari kesempatan saya. (saya hanya tes di 2 universitas, tes masuk muenchen akan saya ceritakan di post selanjutnya, beserta mengapa saya bisa gagal pada tes Karlsruhe ini).
Saya sampai di Wuerzburg sore, dan saya menangis kurang lebih 5 jam. Setelah nangis, kepala saya sakit, mata bengkak, dan ngantuk.
Pengumuman Muenchen masih 4 hari lagi (10 September) . Dan menunggu itu rasanya menyiksa banget.
Saya bertekad bahwa saya harus masuk Muenchen bagaimanapun caranya. Saya berdoa novena 3x salam Maria, doa Rosario, dengerin lagu-lagu Rohani, semua jurus saya keluarkan. Saya merasa dengan itu semua, saya mendapat kekuatan.
Namun tetep aja, saya down berat. Keesokan harinya, teman saya udah pergi ke Karlsruhe, saya sendirian di rumah, dalam keadaan depresi. Mungkin agak lebay ya, tapi 4 hari nunggu hasil Muenchen itu udah kayak 4 tahun. Saya berusaha agar 4 hari itu berlalu cepat dengan cara tidur-pergi-tidur.
Hari itu 7 september, kalau kalian belom tau. Jalanan di Wuerzburg itu kayak hiking. jadi sekalinya nanjak ya nanjak banget, sekalinya turun ya kayak mau jatoh. Saya sengaja bangun jam 8 pagi, lalu pergi ke pusat kota, dengan jalan kaki. Sebenernya disini disediain bus, karena jarak dari tempat tinggal saya ke kota agak jauh. Tau gak kenapa saya jalan kaki ? Saya sengaja, biar waktunya cepet abis, saya kecapean, sampe rumah cepet tidur. As simple as that. Kalau kalian mau tau, waktu saya post gambar di insta (Alte Mainbruecke), kelihatannya kayak saya lagi senang-senang, jalan-jalan sendirian. Padahal waktu saya post itu, saya lagi down berat ! Mana suasananya mellow banget, sepi, dibawah ada sungai, ada yang main violin, jones lagi. Kan bikin tambah mewek.
Alte Mainbruecke
Masak pun saya males. Pagi saya cuma makan koko crunch, siang koko crunch, malam koko crunch. Bahkan ketika makan pun, gak ada alasan apa-apa, saya nangis. Lagi di toilet, saya nangis. Mau tidur ? juga nangis.
Namun, saya sadar, saya gak boleh gini. Kalau baru gini aja udah mewek, gimana mau survive ?
Saya ingat satu buah quotes dari Merry Riana :
"Serahkan segalanya pada Tuhan, dan Dia akan memberikan jalan padamu. Yakinlah bahwa semua akan indah pada waktu-Nya. Dia akan menunjukkan jalan selangkah demi selangkah menuju kebaikanmu. Di dalam hidup ini, kita tidak bisa berharap segala yang kita dambakan bisa diraih dalam sekejap. Lakukan saja perjuangan dan terus berdoa, maka Tuhan akan menunjukkan jalan selangkah demi selangkah."
Saya berusaha menyusun lagi harapan saya, dan mengakui kegagalan itu bukan sesuatu yang memalukan. Kenapa saya malu kalo saya gak diterima ? Setiap orang punya kegagalan masing-masih, dan ini giliran saya. Gak selamanya roda akan selalu di atas, roda itu berputar juga. Justru ketika kita lagi dibawah, kita diuji, seberapa besar iman kita. Saya juga percaya doa saya pasti terkabul. Masuk Studienkolleg Wintersemester 2016/2017. Saya yakin, selama tujuan saya baik, dan usaha saya maksimal, Tuhan akan mengabulkan permohonan saya. Melalui kegagalan ini saya belajar, belajar untuk tidak sombong. Kalau saya diterima dua-duanya, bisa aja saya jadi sombong, merasa diri paling hebat, dan siapa yang sombong, pasti akan jatuh, saya juga bisa lebih menghargai apa yang saya dapatkan.
Tiba-tiba hari Jumat, 9 September, ada email masuk ke akun saya. Saya diterima. Studienkolleg (yang katanya) nomor satu di Jerman.
---
(Masih di) Wuerzburg, 12 September 2016,
Caroline.